PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT PADA IKAN MAANVIS

Hallo sahabat Sejuta Informasi Kita, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT PADA IKAN MAANVIS, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Ikan hias air tawar adalah komoditas yang diandalkan sebagai komoditas ekspor sehingga mempunyai prospek yang cukup potensial untuk dikembangkan. Peluang yang sangat baik tersebut harus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Oleh karena itu perlu kesiapan dalam mengembangkan komoditas ini baik dari teknologi pembenihan maupun teknologi pembesarannya.

Beberapa jenis ikan hias air tawar yang banyak disukai oleh para kolektor di luar negeri antara lain ; Tetra, Maanvis, Diskus, Cupang, Severum, Balck Ghost, dan banyak lagi. Peluang ini sekaligus merupakan tantangan bagi para pembudidaya dan pengusaha Indonesia untuk lebih meningkatkan ekspor ikan hiasnya.

Saat ini, ekspor ikan hias dari tahun ke tahun menunjukkan kenaikan yang signifikan. Apabila dilihat dari volume ekspor tahun 1998 berjumlah hanya 192 ton dan pada tahun 2002 berjumlah 3.513 ton yang berarti kenaikan per tahun rata-rata sekitar 343,6 % ( Dirjen Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan. 2003 ).

Dengan data dan fakta yang ada, bisa diartikan bahwa komoditas ikan hias ini masih bisa dipacu lagi pengembangannya. Untuk itu, guna mencapai cita-cita yang kita inginkan yakni menyumbangkan devisa dari sector perikanan budidaya, maka cara yang perlu kita lakukan adalah dengan meningkatkan kesehatan ikan yang kita budidayakan sehingga produksinya meningkat.

Kata maanvis berasal dari bahasa Belanda yang berarti “Ikan Bulan” karena bentuknya yang seperti bulan purnama. Didunia internasional, ikan ini dikenal dengan nama “Angel fish” atau “Ikan Bidadari” karena gerakannya yang lemah gemulai dengan sirip yang panjang, tipis, dan halus serta dapat bergetar seperti selendang bidadari. Ikan ini juga sering dijuluki “The Queen of Aquarium” karena bentuknya yang sangat indah seperti anak panah dan sifatnya yang tenang sehingga sangat digemari sebagai ikan hias akuarium.

Klasifikasi

Sistematika Ikan Maanvis adalah sebagai berikut :

• Ordo : Perchomorphidei

• Subordo : Percoidea

• Famili : Cichlidae

• Genus : Pterophyllum

• Spesies : Pterophyllum scalare

Morfologi Ikan Maanvis

Maanvis memiliki bentuk tubuh pipih ( gepeng ) seperti bentuk anak panah. Sirip perut dan punggung membentang lebar kearah ekor sehingga nampak membentuk busur berwarna gelap transparan. Di bagian dadanya ada dua buah sirip yang panjangnya menjuntai sampai ke ekor. Dikalangan pembudidaya ikan hias, sirip dada yang berwarna keputihan ini diberi nama selempang alias dasi karena bentuknya yang tidak menyerupai sirip.

Tubuhnya yang indah itu dibalut oleh dasar keperakan mengkilat sampai hijau keabuan. Pada kepala bagian atas tersapu warna cokelat kehitaman menyusur sampai ke punggung. Sementara warna kombinasinya adalah hitam kecokelatan yang memotong di tiga bagian yaitu bagian ekor, tengah, dan mata. Panjang tubuh maksimal antara 12 – 15 cm.

Habitat dan Kebiasaan Hidup

Ikan Maanvis merupakan bukan ikan hias asli Indonesia tetapi berasal dari Amerika Selatan yakni dari dataran Orinocu dan Sungai Amazon. Di habitat aslinya, ikan ini dijumpai pada perairan tenang dan banyak ditumbuhi tanaman air dengan suhu 23 – 28 oC dan pH berkisar antara 6,5 – 7,0. Maanvis termasuk kedalam golongan ikan pemakan segala (omnivore) serta bersifat pendamai sehingga dapat dipelihara bersama ikan-ikan yang memiliki gerakanlamban. Seperti umumnya ikan dari famili Cichlidae, Maanvis pun memiliki sifat sayang terhadap keturunannya. Begitu sayangnya, terkadang ia tega menyantap anak-anaknya bila ia merasa ada yang mengganggu keselamatannya.

Persiapan Sarana Pemijahan

Ada beberapa tempat yang dapat digunakan sebagai tempat pemijahan Ikan Maanvis, diantaranya kolam atau bak semen, dan akuarium. Jika menggunkan bak semen, ukurannya 100 x 100 x 80 cm. namun bila menggynkan akuarium bisa dipakai ukuran 100 x 75 x 50 cm atau 60 x 40 x 40 cm. Tempat pemijahan sebaiknya diletakkan pada lokasi yang terhindar dari kebisingan serta diusahakan suasananya agak gelap sesuai dengan sifat ikan ini yang menyukai suasana sepi dan damai.

Karena Maanvis mempunyai sifat menempelkan telurnya, maka di dalam tempat pemijahan harus disediakan benda atau alat sebagai media untuk menempelkan telur. Benda ini bisa berupa pecahan botol, pipa paralon, atau benda lain yang permukaannya licin. Bisa pula dari jenis tanaman air yang berdaun panjang dan kuat ( bisa pula diganti dengan potongan daun pisang yang agak lebar ). Sebelum digunakan, semua alat ini dicuci ersih terlebih dahulu. Setelah dibersihkan, kemudian wadah pemijahan diisi air setinggi 30 cm dengan suhu air 23 – 26 oC dan pH 6,8 – 7. Air sebagai media pemijahan maupun pemeliharaan harus selalu bersih dan kualitasnya terjaga.

Pemilihan Induk Pada pemilihan induk Ikan Maanvis, perbedaan antara jantan dan betina kurang terlihat jelas. Oleh karena itu, hal termudah yang dapat dilakukan adalah dengan cara memilih induk Maanvis yang sudah berpasangan dari sekumpulan induk yang dipelihara yang kemudian dipisahkan dan ditempatkan pada wadah pemijahan.

Pada umur yang sama, ukuran ikan jantan lebih besar dengan perutnya yang pipih serta bagian kepala yang juga besar mempunyai benjolan kecil (kadang tidak tampak jelas) yang terletak antara ujung mulut dan sirip punggung. Sedangkan Maanvis betian, sekalipun ukurannya lebih kecil tetapi perutnya agak menonjol dengan bentuk kepala yang relative kecil dan umumnya menbentuk garis lurus antara mulut dan sirip punggung.

Ikan Maanvis mulai dewasa dan siap kawin bila umurnya telah mencapai 7 – 12 bulan dengan ukuran tubuh anatar 6 – 8 cm. ikan yang mijah biasanya selalu bersama-sama kemanapun pergi (berkejar-kejaran).

Proses Pemijahan

Untuk menciptakan suasana tentram pada saat pemijahan, sebaiknya pada dinding akuarium ditempel kertas berwarna gelap. Jika menggunakan bak semen, maka pada permukaan air bak tersebut bisa diberi tanaman air yang mengapung seperti eceng gondok (Echornia crassipes). Hal ini dilakukan sesuai dengan sifat Ikan Maanvis yang gemar hidup ditempat gelap. Baru setelah itu induk yang telah berpasangan dapat dilepaskan ke dalam wadah pemijahan.

Proses pemijahan biasanya terjadi pada malam hari ketika suasana tenang dan sepi. Induk betina segera akan meletakkan telur pada media yang telah disediakan sehingga keesokan harinya tampak telur yang menempel pada media tersebut.

Penetasan Telur

Setelah menetas, biasanya induk Ikan Mannvis akan menjaga dan merawat telurnya dengan cermat secara bergantian. Kelompok telur yang melekat pada daun atau benda lain dibersihkan dengan mulut sambil mengkipas-kipaskan siripnya agar telur-telur tersebut memperoleh aliran air yang segar. Pada kondisi ini sebaiknya induk jangan dikagetkan, karena jika itu terjadi bisa jadi induk Maanvis akan memakan telurnya karena sayangnya induk kepada keturunannya.

Untuk menghindari terjadinya hal tersebut diatas, alangkah lebih baiknya telur-telur tersebut diangkat dan ditetaskan pada tempat tersendiri. Telur akan menetas dalam waktu 2 – 3 hari pada suhu 25 – 28 oC. Larvanya akan menggantung pada permukaan daun dengan perantaraan seutas benang halus yang dihasilkannya. Dua atau tuga hari kemudian anak Maanvis terlihat sudah mulai berenang sendiri.

Pendederan Persediaan kuning telur pada umur 3 – 4 hari sudah habis dan anakan Maanvis sudah aktif berenang. Keadaan seperti ini merupakan saat-saat yang rawan dalam usaha budidaya Maanvis. Oleh karena itu harus segera mendapat perlakuan sebaik-baiknya yang biasanya dipindah ke wadah pendederan seperti bak semen yang berukuran 2 x 2 m dengan kepadatan 300 ekor.

Semenjak hari pertama hingga hari ke tujuh, benih diberi pakan berupa infusorea atau rotifera. Awal minggu kedua diberi naupli artemia atau kutu air halus hasil saringan, kemudian cacing sutera atau pakan buatan berbentuk tepung halus. Pemberian pakan ini dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak terdapat sisa pakan di dasar wadah yang dapat menyebabkan perubahan kualitas air pada wadah budidaya. Pemeliharaan tahap pertama ini biasanya diakhiri dengan kegiatan seleksi.

Pembesaran

Pembesaran Maanvis dapat dilakukan di kolam atau bak semen ukuran 2 x 2 m dengan kepadatan tergantung pada ukuran ikan. Biasanya kepadatan setelah pendederan dikurangi menjadi 100 – 150 ekor. Benih untuk pembesaran ini biasanya sudah berumur 3 – 4 minggu. Tandanya ialah sirip-siripnya sudah lengkap. Pakan yang diberikan berupa kutu air besar, cacing sutera, ataupun cacing darah.

Biasanya pada usia 2 bulan dan dewasa, ikan ini sudah tahan terhadap perubahan kualitas air. Namun demikian, pergantian air sebaiknya dilakukan secara rutin. Ini disebabkan sirip dadanya yang panjang seperti dasi sangat mudah rusak bila terserang penyakit. Jika sudah rusak maka nilai jualnya pun hilang (menurun). Pada ukuran 3,5 cm atau berumur sekitar 3 bulan, Maanvis sudah dapat dijual.

PENYAKIT MAANVIS DAN CARA PENANGGULANGANNYA

Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya bahwa volume ekspor ikan hias (salah satunya Maanvis) dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Kondisi yang seperti ini memberikan peluang bagi pembudidaya ikan hias di Indonesia untuk lebih meningkatkan produksinya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan produksi yang tinggi adalah dengan cara meningkatkan kesehatan ikan Maanvis yang kita budidayakan. Maka dari itu terlebih dahulu kita harus mengetahui apa itu penyakit ikan dan hal apa saja yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit pada ikan. Penyakit ikan adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan pada ikan. Penyakit ikan ini merupakan salah satu kendala yang sering dihadapi oleh para pembudidaya ikan yang dapat menyebabkan kerugian dalam berproduksi. Timbulnya penyakit pada ikan disebabkan oleh ketidak-serasian antara beberapa factor, diantaranya : kondisi lingkungan, kondisi ikan itu sendiri, dan organisme patogen. Serangan penyakit dapat terjadi pada setiap tahapan dalam kehidupan Ikan Maanvis mulai dari telur hingga Maanvis mencapai ukuran dewasa. Jika permasalahan penyakit ini tidak segera ditangani akan menyebabkan kerugian bagi para pembudidaya ikan khususnya ikan hias. Untuk mengurangi tingkat kerugian serta untuk meningkatkan produksi Ikan Maanvis ini, maka perlu dilakukan penanggulangan yang lebih dini terhadap kemungkinan timbulnya penyakit pada Ikan Maanvis.

Adapun penyakit yang sering menyerang Ikan Maanvis diantaranya ; penyakit jamur, penyakit fin rot, white spot, sisik atau kulit kotor dan penyakit kepala berlubang.

Jamur

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Achlya atau Saprolegnia. Biasanya menyerang saat Maanvis masih dalam bentuk telur. Gejala serangan ditandai dengan perubahan warna pada telur yang akhirnya telur tidak dapat menetas.

Fin Rot

Penyakit Fin Rot sering disebut juga dengan penyakit Columnaris yang disebabkan oleh bakteri Flexybacter columnaris atau Cytophaga columnaris dengan gejala serangan sebagai berikut :

- Tidak ada nafsu makan

- Infeksi pada kulit kepala, badan, dan bagian tubuh ikan

- Pendarahan pada sirip

- Sirip pecah, gripis, bahkan putus dan putih di ujungnya

White Spot

Sering juga disebut penyakit bintik putih. Disebabkan oleh protozoa Ichthyophthyrius multifiliis. Gejala yang paling terlihat jelas adalah banyaknya bintik puti yang melekat diseluruh permukaan tubuh ikan serta ikan selalu berenang dipermukaan air dengan gerakan tutup insang yang relatif cepat. Selain itu juga sering menggosokkan tubuhnya ke benda disekitarnya yang biasanya berakibat luka.

Sisik atau Kulit Kotor

Penyakit ini umumnya disebabkan oleh Tricodina. Ditandai dengan produksi lendir yang berlebih, kulit mengelupas dan berwarna putih, tejadi pembengkakan, dan terkadang menggeletak di dasar karena lemas.

Kepala Berlubang

Penyebabnya adalah Hexamita, dengan gejala serangan terdapat lubang kecil di badan atau di kepala dan ada bagian tersebut mengeluarkan lendir berbentuk benang, gerakannya pasif serta pucat dan akhirnya kurus.

Cara Penanggulangan

Ada dua cara yang dapat dilakukan dalam menanggulangi kemungkinan timbulnya timbulnya penyakit pada Ikan Maanvis yakni tindakan pencegahan dan pengobatan.

Pencegahan

Pencegahan merupakan tindakan yang paling efektif dan paling dianjurkan dalam menanggulangi timbulnya penyakit pada Ikan Maanvis. Pada prinsipnya, upaya pencegahan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu proteksi dan prevensi.

a. Proteksi

Yang dimaksud dengan proteksi adalah bagaimana mengkondisikan lingkungan yang seoptimal mungkin agar dapat mendukung kehidupan ikan sehingga ikan tidak mengalami stress. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi kehidupan Ikan Maanvis adalah sebagai berikut :

- Kualitas air

Sumber air yang digunakan untuk budidaya Ikan Maanvis diusahakan seminimal mungkin mengandung jasad patogen. Begitu pun dengan tempat penampungan air harus selalu dalam kondisi bersih.

- Pakan

Dalam proses pemberian pakan pada Ikan Maanvis harus memperhatikan kualitas dan kuantitas dari pakan itu sendiri. Jika pakan yang diberikan adalah pakan buatan, yang harus diperhatikan adalah masa kadaluarsa dan kemungkinan pakan tersebut telah ditumbuhi jamur akibat penyimpanan yang kurang tepat. Namun bila menggunakan pakan alami, maka yang harus diperhatikan adalah kebersihan dan proses kulturnya. Selain itu juga jumlah pakan harus sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan.

- Survey berkala

Salah satunya dengan melakukan monitoring secara rutin terhadap Ikan Maanvis yang kita budidayakan. Hal ini dilakukan guna mengetahui gejala awal bila Maanvis terserang penyakit sehingga dapat diambil tindakan yang lebih dini.

- Seleksi ukuran

Kegiatan ini dilakukan bila sudah terjadi perbedaan ukuran ikan yang terlalu beragam agar tidak terjadi persaingan dalam hal mendapatkan makanan, oksigen ataupun ruang gerak.

b. Prevensi

Prevensi yaitu mengkondisikan ikan seoptimal mungkin sehingga mampu bertahan terhadap serangan patogen. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini antara lain:

- Memberikan vaksin terhadap ikan yang kita budidayakan guna meningkatkan daya tahan / kerja anti body didalam tubuhnya.

- Hindari terjadinya stres karena akan menyebabkan terjadinya penurunan system kekebalan tubuh ikan sehingga ikan akan mudah terserang oleh penyakit. Salah satu ciri Ikan Maanvis yang stres dapat dilihat dari perubahan warna tubuhnya.

- Pengaturan padat tebar.

Kepadatan Maanvis yang kita pelihara harus diatur sedemikian rupa. Jika dalam satu wadah kita tebar terlalu padat, maka kemungkinan terjadinya gesekan antar tubuh ikan akan semakin tinggi sehingga menyebabkan Maanvis terluka dan mudah terserang penyakit.

Dengan dilakukannya kegiatan pencegahan ini diharapkan Maanvis yang kita budidayakan akan tetap sehat dan selalu tampil prima yang ditandai dengan berenangnya yang aktif sehingga tampak cantik bila dipajang di akuarium

Pengobatan

Tindakan pengobatan merupakan alternatif terakhir yang kita pilih. Kegiatan pengobatan dilakukan apabila Maanvis yang dipelihara sudah benar-benar terserang penyakit. Organisme penyakit dapat menyerang di setiap tahapan dalam kehidupan Ikan Maanvis mulai dari ia masih berbentuk telur hingga Maanvis mencapai ukuran dewasa.

Untuk lebih jelasnya, mengenai penyakit pada ikan maanvis dan cara pengobatannya dapat dilihat pada table berikut ini :

Tabel Penyakit ikan Maanvis dan cara pengobatannya

DAFTAR PUSTAKA

Daelami Deden A.S. Agar Ikan Sehat. Jakarta : Penebar Swadaya, 2001.

Daelami Deden A.S. Usaha Pembenihan Ikan Hias Air Tawar. Jakarta : Penebar Swadaya, 2001.

Ganis L.R. dan Syafei L.S, 2005. Buku Seri Kesehatan Ikan “Maanvis Sehat Produksi Meningkat”. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.

Lesmana Darti S dan Iwan Darmawan. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. Jakarta : Penebar Swadaya, 2001.

Lesmana Darti S. Mencegah dan Menanggulangi Penyakit Ikan Hias. Jakarta : Penebar Swadaya, 2003.

Sukadi Fatuchri. Ikan Hias Air Tawar dan Prospeknya. Dirjen Perikanan Budidaya, 2003.

Wijayakusuma, Setiawan Dalimartha dkk Tanaman Berkhasiat Obat Indonesia IV, Jakarta, Pustaka Kartini, 1999.

LihatTutupKomentar