PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN HAMA PENYAKIT PADA BELUT

Hallo sahabat Sejuta Informasi Kita, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN HAMA PENYAKIT PADA BELUT, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Seperti telah diketahui bahwa belut memang gembongnya kaum ikan air tawar, disebut sebagai gembong lantaran ikan ini gemar mencaploki ikan kecil yang masih lembut. Sifat buruk yang lain dari belut adalah kegemarannya merusak dan menggali galungan-galungan sawah, makanya belut ini sering dianggap sebagai hama yang perlu diberantas olah petani.

Sebagai lauk, belut merupakan jenis ikan yang banyak disukai bahkan dirumah makan Padang goreng dan dendeng belut merupakan hidangan yang banyak digemari, dan bahkan dalam forum international pun belut merupakan sumber protein hewani yang dianjurkan . Berikut ini perbandingan kandungan Gizi Belut dibanding dengan sumber gizi lain seperti telur dan daging sapi.

Tabel 1. Perbandingan zat gizi dalam belut, telur dan daging sapi

Dalam forum international dianjurkan belut sebagai sumber gizi ikan pernah dipromosikan pemasarannya dalam “ Kongres Gizi Asia III “ di Hotel Indonesia Jakarta pada tanggal 7 – 10 Oktober 1980.

Klasifikasi

Dalam ilmu pengetahuan belut ini termasuk jenis ikan darat/air tawar yang diklasifikasikan :

Class : Pisces

Sub Class : Teleoski

Ordo : Syunbrnchoidae

Famili : Syubranchidae

Genus : Fluta

Spesies : Fluta alba

Jenis ikan yang tidak mempunyai sirip atau anggota lain untuk bergerak, tidak mempunyai sisik, dan kulitnya licin mengeluarkan lendir, mata kecil tertutup kulit, gigi runcing kecil berbentuk kerucut.

Habitat

Ikan ini lebih menyukai hidup didalam Lumpur atau genangan air tawar yang tak mengalir dan tidak betah kena cahaya dan ikan ini juga mampu hidup dalam air dengan kadar oksigen yang sangat rendah. Karena belut mempunyai alat pernapasan tambahan yakni berupa kulit tipis berlendir yang terdapat dirongga mulut, alat ini

Hal lain yang sangat menarik perhatian pada belut adalah kelaminnya yang hemaphrodit, yang mana belut yang berumur muda adalah berjenis kelamin betina (berukuran  10-30 cm) sementara yang jantan berukuran lebih panjang lagi (ukurannya diatas 30 cm). Pada dasarnya belut punya kebiasaan makan bersifat Carnivora atau pemakan daging, dimasa kecil suka makan jasad renik dari jenis zooplankton atau zoobenthos. Belut dewasa memakan jenis binatang yang lebih besar lagi seperti larva serangga, cacing , jentik, siput bahkan benih ikan kecil.

Secara alami belut berkembang biak setahun sekali, tapi dengan masa perkawinan yang panjang, yakni mulai dari musim penghujan sampai kepada musim kemarau, perkawinan terjadi pada malam hari dengan suhu  20C, biasanya telur yang telah dibuahi akan dijaga oleh belut jantan dalam sarang sampai menetas dan akan menetas setelah 9 – 10 hari. Untuk keperluan induk diperlukan dua macam ukuran belut yang berbeda umur, yakni; • belut yang panjangnya antara 20 – 30 cm, ini merupakan belut betina yang siap kawin. • Belut yang panjangnya sudah lebih dari 40 cm, ini merupakan belut yang berfungsi sebagai pejantan, berfungsi untuk mengambil oksigen dari udara bebas sedangkan insang mengambil oksigen dari dalam air.

Belut merupakan binatang air yang digolongkan dalam kelompok ikan. Berbeda dengan kebanyakan jenis ikan lainnya, belut bisa hidup dalam lumpur dengan sedikit air. Binatang ini mempunyai dua sistem pernapasan yang bisa membuatnya bertahan dalam kondisi tersebut. Jenis belut yang paling banyak dikenal di Indonesia adalah belut sawah (Monopterus albus). Di beberapa tempat dikenal juga belut rawa (Synbranchus bengalensis). Perbedaan belut sawah dan belut rawa yang paling mencolok adalah postur tubuhnya. Belut sawah tubuhnya pendek dan gemuk, sedangkan belut rawa lebih panjang dan ramping.

Terdapat dua segmen usaha budidaya belut yaitu pembibitan dan pembesaran. Pembibitan bertujuan untuk menghasilkan anakan. Sedangkan pembesaran bertujuan untuk menghasilkan belut hingga ukuran siap konsumsi. Kali ini alamtani akan menguraikan tentang budidaya pembesaran belut di kolam tembok. Mulai dari pemilihan bibit hingga pemanenan. Semoga bermanfaat.

Memilih bibit belut

Bibit untuk budidaya belut bisa didapatkan dari hasil tangkapan atau hasil budidaya. Keduanya memiliki kekurangan dan keunggulan masing-masing. Bibit hasil tangkapan memiliki beberapa kekurangan, seperti ukuran yang tidak seragam dan adanya kemungkinan trauma karena metode penangkapan. Kelebihan bibit hasil tangkapan adalah rasanya lebih gurih sehingga harga jualnya lebih baik.

Kekurangan bibit hasil budidaya harga jualnya biasanya lebih rendah dari belut tangkapan. Sedangkan kelebihannya ukuran bibit lebih seragam, bisa tersedia dalam jumlah banyak, dan kontinuitasnya terjamin. Selain itu, bibit hasil budidaya memiliki daya tumbuh yang relatif sama karena biasanya berasal dari induk yang seragam. Bibit belut hasil budidaya diperoleh dengan cara memijahkan belut jantan dengan betina secara alami. Sejauh ini di Indonesia belum ada pemijahan buatan (seperti suntik hormon) untuk belut. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pembibitan, silahkan baca kiat sukses pembibitan belut. Bibit yang baik untuk budidaya belut hendaknya memiliki kriteria berikut: Ukurannya seragam. Ukuran bibit yang seragam dimaksudkan untuk memudahkan pemeliharaan dan menekan risiko kanibalisme atau saling memangsa.

Gerakannya aktif dan lincah, tidak loyo.

Tidak cacat atau luka secara fisik.

Bebas dari penyakit.

Budidaya belut untuk segmen pembesaran biasanya menggunakan bibit belut berukuran panjang 10-12 cm. Bibit sebesar ini memerlukan waktu pemeliharaan sekitar 3-4 bulan, hingga siap konsumsi. Untuk pasar ekspor yang menghendaki ukuran lebih besar, waktu pemeliharaan bisa mencapai 6 bulan.

Menyiapkan kolam budidaya belut

Budidaya belut bisa dilakukan dalam kolam permanen maupun semi permanen. Kolam permanen yang sering dipakai antara lain kolam tanah, sawah, dan kolam tembok. Sedangkan kolam semi permanen antara lain kolam terpal, drum, tong, kontainer plastik dan jaring. Kali ini kita akan membahas budidya belut di kola tembok. Kolam tembok relatif lebih kuat, umur ekonomisnya bisa bertahan hingga 5 tahun. Bentuk dan luas kolam tembok bisa dibuat berbagai macam, disesuaikan dengan keadaan ruang dan kebutuhan. Ketinggian kolam berkisar 1-1,25 meter. Lubang pengeluaran dibuat dengan pipa yang agak besar untuk memudahkan penggantian media tumbuh. Untuk kolam tembok yang masih baru, sebaiknya dikeringkan terlebih dahulu selama beberapa minggu. Kemudian direndam dengan air dan tambahkan daun pisang, sabut kelapa, atau pelepah pisang. Lakukan pencucian minimal tiga kali atau sampai bau semennya hilang.

Media tumbuh untuk budidaya belut

Di alam bebas belut sering dijumpai dalam perairan berlumpur. Lumpur merupakan tempat perlindungan bagi belut. Dalam kolam budidaya pun, belut membutuhkan media tumbuh berupa lumpur. Beberapa material yang bisa dijadikan bahan membuat lumpur/media tumbuh antara lain, lumpur sawah, kompos, humus, pupuk kandang, sekam padi, jerami padi, pelepah pisang, dedak, tanaman air, dan mikroba dekomposer. Komposisi material organik dalam media tumbuh budidaya belut tidak ada patokannya. Sangat tergantung dengan kebiasaan dan pengalaman. Pembudidaya bisa meramu sendiri media tumbuh dari bahan-bahan yang mudah didapatkan. Berikut ini salah satu alternatif langkah-langkah membuat media tumbuh untuk budididaya belut: Bersihkan dan keringkan kolam. Kemudian letakkan jerami padi yang telah dirajang pada dasar kolam setebal kurang lebih 20 cm. Letakkan pelepah pisang yang telah dirajang setebal 6 cm, di atas lapisan jerami. Tambahkan campuran pupuk kandang (kotoran kerbau atau sapi), kompos atau tanah humus setebal 20-25 cm, di atas pelepah pisang. Pupuk organik berguna untuk memicu pertumbuhan biota yang bisa menjadi penyedia makanan alami bagi belut. Siram lapisan media tumbuh tersebut dengan cairan bioaktivator atau mikroba dekomposer, misalnya larutan EM4. Timbun dengan lumpur sawah atau rawa setebal 10-15 cm. Biarkan media tumbuh selama 1-2 minggu agar terfermentasi sempurna. Alirkan air bersih selama 3-4 hari pada media tumbuh yang telah terfermentasi tersebut untuk membersihkan racun. Setel besar debit air, jangan terlalu deras agar tidak erosi.

Langkah terakhir, genangi media tumbuh tersebut dengan air bersih. Kedalaman air 5 cm dari permukaan. Pada kolam tersebut bisa diberikan tanaman air seperti eceng gondok. Jangan terlalu padat. Dari proses di atas didapatkan lapisan media tumbuh/lumpur setebal kurang lebih 60 cm. Setelah semuanya selesai, bibit belut siap untuk ditebar.

Karena belut memiliki beberapa keistimewaan mulai dari sex dan perkembangbiakan serta tempat / habitat hidup yang berada dalam tanah dengan membuat lobang / sarang , menyebabkan ikan ini ( belut ) sulit terinfeksi oleh penyakit maupun hama, bahkan belut merupakan Pest, Competitor serta sebagai Predator bagi ikan ikan air tawar lainnya. Sampai saat ini belum ada referensi / literature yang mengindentifikasi tentang Hama dan Penyakit yang menyerang belut, dan tidak jarang terjadi hama/predator sebangsa atau jenis crusteceae yang berfungsi sebagai patogen pembawa penyakit menjadi makanan empuk bagi ikan ini (belut).

Dari hasil pengamatan pengalaman dilapangan penyebab kematian belut mendadak atau belut mengalami kematian yang cepat, disebabkan hanyalah karena factor perlakuan/penanganan saat penangkapan atau panen, yang mengakibatkan belut sering stress (penurunan system kekebalan tubuh), hilangnya keseimbangan serta produksi Mucus pada tubuh yang tidak normal.

TINDAKAN PREVENTIF UNTUK MENCEGAH KEMATIAN BELUT

Tabel 2

DAFTAR PUSTAKA

B. Sarwono, 1987. Budidaya Belut dan Sidat Seri Perikanan XVIII/77/87. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.

Departemen Pertanian, 1984. Penyakit Ikan Air Tawar oleh Badan Pendidikan Latihan dan Penyuluhan Pertanian, Jakarta.

Gufri dan Syafei L.S, 2005. Buku Seri Kesehatan Ikan “Belut Sehat Produksi Meningkat”. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.

http://pkbmbilmi.wordpress.com/2010/08/19/meencerdaskan-anak-dengan-mengkonsumsi-belut/ R.H.Simanjuntak B.Sc.1988. Budidaya Belut. Penerbit Bhratara Karya Aksara Jakarta 1988.

LihatTutupKomentar